Senin, 02 Mei 2016

Formalin

Bentuk formalin berupa cairan yang tidak berwarna, berbau menyengat, mudah larut dalam air dan alkohol. Formalin biasanya dipergunakan sebagai desinfektan, cairan pembalsem, pengawet jaringan, pembasmi serangga dan digunakan juga pada indutri tekstil dan kayu lapis. Di masyarakat, formalin disalahgunakan sebagai bahan pengawet untuk pangan seperti pada tahu, ayam dan ikan agar kelihatan segar dan fresh seperti masih baru. Terkonsumsi formalin dapat menimbulkan gejala seperti tenggorokan terasa panas, mencret, muntah dan keracunan. Selain itu formalin juga dapat menimbulkan ganggunan peredaran darah dan memacu tumbuhnya kanker. Formalin sudah sangat umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Di sektor industri sebenarnya formalin sangat banyak manfaatnya. Formaldehid memiliki banyak manfaat, seperti anti bakteri atau pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan pakaian, pembasmi lalat dan berbagai serangga lain. Dalam dunia fotografi biasaya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea, bahan pembuatan produk parfum, pengawet produk kosmetika,pengeras kuku dan bahan untuk insulasi busa. Formalin juga dipakai sebagai pencegah korosi untuk sumur minyak. Di bidang industri kayu sebagai bahan perekat untuk produk kayulapis (plywood). Dalam konsentrasi yang sangat kecil digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pencuci piring, pelembut, perawat sepatu, shampoo mobil, lilin dan karpet. Di industri perikanan, formalin digunakan untuk menghilangkan bakteri yang biasa hidup di sisik ikan. Formalin diketahui sering digunakan dan efektif dalam pengobatan penyakit ikan akibat ektoparasit seperti fluke dan kulit berlendir. Meskipun demikian, bahan ini juga sangat beracun bagi ikan. Besarnya manfaat di bidang industri ini ternyata disalahgunakan untuk penggunaan pengawetan industri makanan. Biasanya hal ini sering ditemukan dalam industri rumahan, karena mereka tidak terdaftar dan tidak terpantau oleh Depkes dan Balai POM setempat. Bahan makanan yang diawetkan dengan formalin biasanya adalah mi basah, tahu, bakso, ikan asin dan beberapa makanan lainnya. Formalin adalah larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Di dalam formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air, sebagai bahan pengawet biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen. Bila tidak diberi bahan pengawet, makanan seperti tahu atau mi basah seringkali tidak bisa tahan dalam lebih dari 12 jam. Contoh dan ciri makanan yang mengandung formalin : 1. Mi basah Baunya sedikit menyengat. Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar 25º Celsius. Pada suhu 10ºC atau dalam lemari es, bisa tahan lebih dari 15 hari. Mi tampak mengkilat (seperti berminyak), liat (tidak mudah putus), dan tidak lengket. 2. Tahu Bentuknya sangat bagus, kenyal, tidak mudah hancur dan awet sampai tiga hari pada suhu kamar 25ºC. Pada suhu lemari es 10ºC tahan lebih dari 15 hari. Baunya juga agak menyengat. Aroma kedelai sudah tak nyata lagi. 3. Bakso Kenyal dan awet, setidaknya pada suhu kamar bisa tahan sampai lima hari. 4. Ikan Berwarna putih bersih dan kenyal. Insangnya berwarna merah tua dan bukan merah segar. Awet pada suhu kamar sampai beberapa hari dan tidak mudah busuk. Tidak terasa bau amis ikan, melainkan ada bau menyengat. 5. Ayam potong Berwarna putih bersih dan tidak mudah busuk atau awet dalam beberapa hari. Bila terpapar formalin dalam jumlah yang banyak, tanda dan gejala akut atau jangka pendek yang dapat terjadi adalah bersin, radang tonsil, radang tenggorokan, sakit dada, lelah, jantung berdebar, sakit kepala, mual, diare dan muntah. Pada konsentrasi yang sangat tinggi dapat menyebabkan kematian. Bila terhirup formalin mengakibatkan iritasi pada hidung dan tenggorokan, gangguan pernafasan, rasa terbakar pada hidung dan tenggorokan serta batuk-batuk. Kerusakan jaringan sistem saluran pernafasan bisa mengganggu paru-paru berupa pneumonia (radang paru) atau edema paru ( pembengkakan paru). c. MSG (Monosodium Glutamat) Monosodium glutamat atau MSG adalah salah satu bahan tambahan makanan yang digunakan untuk menghasilkan flafour atau cita rasa yang lebih enak dan lebih nyaman ke dalam masakan, banyak menimbulkan kontroversi baik bagi para produsen maupun konsumen pangan karena beberapa bagian masyarakat percaya bahwa bila mengkonsumsi makanan yang mengandung MSG, mereka sering menunjukkan gejala-gejala alergi. Di Cina gejala alergi ini dikenal dengan nama Chinese Restaurant Syndrome (CRS). Beberapa laporan menyatakan bahwa orang-orang yang makan di restoran Cina, setelah pulang timbul gejala-gejala alergi sebagai berikut: mula-mula terasa kesemutan pada punggung dan leher, bagian rahang bawah, lengan serta punggung lengan menjadi panas, juga gejala-gejala lain seperti wajah berkeringat, sesak dada dan pusing kepala akibat mengkonsumsi MSG berlebihan. Gejala-gejala ini mula-mula ditemukan oleh seorang dokter Cina yang bernama Ho Man Kwok pada tahun 1968 yaitu timbulnya gejala-gejala tertentu setelah kira-kira 20 sampai 30 menit konsumen menyantap makanan di restoran China. Kandungan MSG yaitu antara 0,46% dan 1,02%. Kalau benar kandungannya sebesar itu, berarti sebungkus makanan snack yang beratnya antara 14 dan 20 gram hanya mengandung MSG antara 64,4 miligram hingga 204 miligram. Tapi, dikatakan juga bahwa makanan ringan tersebut seberat 200 gram, berarti jumlah MSG-nya adalah 0,92 gram sampai 2,04 gram. Penggunan vetsin (MSG) dalam beberapa jenis makanan bayi yang dipasarkan dalam bentuk bubur halus, yang dikenal sebagai baby Foods sesungguhnya dilakukan hanya untuk memikat konsumen (ibu-ibu) oleh rasa lezat. Sedangkan pengaruhnya terhadap makanan, vetsin tidak akan menambah gizi maupun selera makan bagi bayi karena bayi tidak begitu peduli oleh rasa. Bagi ibu-ibu yang sedang mengandung dan mengkonsumsi MSG dalam jumlah besar, di dalam plasentanya ternyata ditemukan MSG dua kali lebih banyak dibanding dalam serum darah ibunya. Hal ini berarti jabang bayi mendapat masukan MSG dua kali lebih besar. Selama ini, yang digunakan selalu patokan dari Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722 Tahun 1988 tentang Bahan Tambahan Makanan, yang hanya menyatakan bahwa pemakaian MSG secukupnya. Tak bisa hanya dikatakan secukupnya. Harus ditegaskan juga batas amannya dalam satuan gram atau miligram.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kirim kometar tentang blog kami